Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 24 April 2013

Serpihan Sesal



Sayup-sayup lantunan Ayat suci Alqur’an terdengar indah menggema di seluruh pelosok mesjid yang terletak di sebelah timur pesantren An-Nur. Pondok Pesanren tempatku bernaung untuk menimba ilmu sekaligus rumah kedua bagiku. Semua temanku terlihat begitu bahagia dan menyambut orang tua mereka dengan wajah berseri-seri, ketika nama mereka di panggil oleh Receptioner. Namun lain halnya denganku, aku hanya memasang wajah masam ketika melihat sosok wanita yang duduk di Muqobalah( baca: Lobby,red)
Namaku Zalfa,Yach...Hanya zalfa, Aku terlahir dari keluarga yang sangat pas-pasan, penghasilan ayahku sebagai guru SD hanya cukup untuk membiayai sekolahku dan kak Rina, kakak kandungku, serta makan sehari-hari. Meskipun begitu, Aku tidak pernah mau tahu. Aku selalu ingin terlihat seperti orng kaya. Bahkan Aku sering merasa malu mengakui Ibu sebagai ibuku, karena penampilanya yang sangat sederhana.
Masih kuingat jelas kejadian 2 bulan yang lau, saat ibu datang menjengukku dengan menggunakan pakaian lusuh berwarna keputih-putihan. Aku tahu pakaian itu dulunya berwarna merah muda dan warnanya memudar karena terlaku sering di cuci. Namun ibu hanya tersenyum melihat aura wajah yang kutunjukan padanya.
“ ibu kok pake’ baju itu lagi sich? Kyak nggak punya baju lain aja” ucapku sinis, tepat di telinga ibu.” Baju yang ibu pake’ itu lebih cocok di pake jadi kain Pell , tauu”..!!! aku Malu punya ibu kayak ibu..!! ku tinggikan lagi ucapanku. Akhh...aku muak. Aku muak dengan senyum yang selalu terlukis pada wajah lusuh ibu.
Aku fikir setelah itu, ibu akan mengubah penampilannya menjadi sedikit modis dan berpakaian mahal. Namun tidak, ibu masih saja berpenampilan seperti pembantu. Aku tahu kondisi ekonomi keluarga kami rendah, tapi bukankah ayah bisa meminjam di bendahara sekolah? Aku masih terpaku memandang ibu yang berlalu dari hadapanku. Bukan karena ibu tidak ingin menjengukku terlalu lama. Namun, aku tak tahan lagi melihat sosok ibuyang tidak pernah memenuhi permintaanku. Aku mengusirnya, Yach...dengan cara membentaknya layaknya seorang majikan yang mengusir pembantunya.
Aku baru saja melipat mukenah seusai sholat ashar, saat seorang petugas recepcionist memanggilku. Aaku sangat terkejut ketika kak rina datang dan mengajakku pulang. Dengan perasaan yg bercmpur aduk, akupun bergegas bersiap-siap pulang. Perasanku semakin galau ketika jalan menuju rumahku telah terlewatkan, kak Rina menghentikan motornya tepat di depan rumah sakit “ kak...kok kita kerumah sakit? Siapa yang sakit?” tanyaku penasaran, namun tak ada jawaban darinya.Aku dan kak rina semakin semakin mempercepat langkah ketika memasuki wilayah rumah sakit. Kak Rina menghentikan langkahnya tepat di depan ruang flamboyan no.25. Perasaanku tidak enak, siapa yang sakit? Batinku. Aku sedikit ragu ketika kak rina menyuruhku masuk kedalam ruangan yang sudah ramai di kunjujgi oleh beberapa kerabat orangtuaku. Aku terkejut melihat sosok wanita yang telah terbujur kaku di atas kasur putih. Ini tampak seperti mimpi buruk bagiku, Ibu...ibu yang selama ini tidak pernah kuakui di depan temen-temenku kini pergi meninggalkanku untuk selamanya. Yah...pergi dan tak kembali lagi. Aku hanya mampu membisu menatap kosong tubuh kaku di hadapanku. Aku mauak....yachh , aku muak dengan diriku sendiri.
Aku muak...Bagaimana mungkin sosok suci ini memiliki anak yang berlumuran nista sepertiku?
Bumi di sekitarku serasa hancur sebelum sentuhan hangat ayah mengenai pundakku” sudahlah” ucapnya. Aku hanya mampu memandang sosok tegar Ayah. Aku ingi sekali mengatakan bahwa aku menyesal...Sangat menyesal..Namun bibirku seakan kelu “ Sudahlah anakku, ini semua takdir yang di atas, kita hanya diperintahkan untuk ikhlas menjalaninya!” Lanjut ayah seraya membawaku dalam dekapan hangatnya. Aku semakin terisak. Aku tak mampu lagi berkata. Ketika ayah memberiku secarik kertas seraya berkata “ ibumu menitipkan ini untukmu” aku menerima sepucuk surat yang di sodorkan ayah
Aku menatap nanar secarik kertas yang kini kugenggam erat kemudian membukanya perlahan.
Teruntuk : Anakku Zalfa di perantauan suci
Assalamualaikum..wr..ws
Anakku....Maafkan ibu jika selama ini telah membuatmu malu di hadapan temen-temenmu, dengan penampilan ibu yang lusuh ini.tapi, inilah ibu nak...ibu tidak bisa memaksa ayah untuk membelikan ibu baju yang mahal seperti yang kmu mau, uangnya ibu sudah habis untuk membelikanmu pakaian yang bagus dan mahal, maafkan ibu yang tidak bisa menuruti keinginanmu.
Anakku...ibu berharap kamu akan menjadi anak yang soleha dan berbakti kapada ayahmu, bahagiakan dia nak...
Maafkan ibu...
Ibu sangat menyayangimu nak..
Wassalamualaikum wr.wb
Aku menangis sejadi-jadinya, aku menyesal tak pernah membahagiakan ibu, tak pernah bersyukur telah memiliki ibu sebaik dia. Kini ibu pergi untuk selamanya sebelum aku sempat mengucapkan sepatah kata maaf padanya. MAAFKAN ANAKMU INI IBU....

0 komentar:

Posting Komentar